Pengajaran Dari Musibah Merapi

Gunung Merapi di Pulau Jawa Indonesia tiba-tiba meletus beberapa minggu lalu. Ketika ini ada penduduk yang sebelum ini sempat melarikan diri, cuba kembali memulakan penghidupan baru. Masa kecik-kecik dulu sudah terbaca oleh ku kisah mengenai gunung tersebut serta kesan apabila ianya meletus. Memang dahsyat. Beratus nyawa melayang. Tanaman, rumah, haiwan habis musnah dan mati dilitupi debu. Letusan ini adalah salah satu daripada siri musibah yang menimpa Indonesia, satu demi satu bermula daripada Tsunami, gempa Padang serta kebakaran hutan. Mengapa Indonesia sebuah ‘negara Islam’ menjadi mangsa ? Apakah itu suatu tanda Allah murka kepada Indonesia. Apa salah Indonesia, selain membakar jalur gemilang ?

Selalunya apabila musibah menimpa seseorang, kita hanya mampu dengan mudahnya berkata, bersabarlah, ‘ini ujian dari Allah, ada hikmah disebaliknya’. Kalau melibatkan kematian orang yang disayangi, ditambah pulak dengan ‘mungkin Allah lebih menyayanginya’. Memang senang mengungkapkannya. Sedangkan berat mata memandang, berat lagi bahu memikulnya. Sejauh mana kita memahami perkara ini dapat menerima hakikatnya ?

Tentu saja musibah semacam ini menyentuh nurani dan menuntut keperihatinan kaum muslimin lain khususnya untuk mendoakan kebaikan bagi saudara mereka yang tertimpa musibah serta cuba untuk meringankan musibah yang dialami. Paling kurang ialah berdoa dan menghulurkan derma serta cuba mengambil pengajaran daripadanya. Tetapi bagaimana ? Apa pendirian dan sikap kita ? Bagaimana hendak bersikap positif terhadap musibah yang melanda ?.

Miskin Akidah
Kedengaran juga perihal penduduk di lereng Merapi ayang sudahlah miskin ekonomi, mereka juga miskin akidah dan jauh daripada Allah. Pelbagai ritual mereka lakukan terhadap Gurung Merapi yang kononnya ada roh jin sang berkuasa menghuni dan menjaganya.

Sepatutnya menjadi kewajipan kita bersama menyebarkan dakwah Islam supaya sampai ke sana, tidak sekadar mengharapkan Kerajaan Indonesia atau masyarakat berdekatan melakukannya. Apakah yang berlaku sebagai peringatan daripada Allah jauhnya akidah daripada Allah atau pengabaian tugasan dakwah ini ?

Hikmah Musibah
Firman Allah yang bermaksud, ‘Tidaklah menimpa suatu musibah kecuali dengan izin Allah. Barang siapa yang beriman kepada Allah maka Allah akan berikan petunjuk ke dalam hatinya.’ ( Surah at-Taghabun : 11). Jelasnya di sini, menjadi hak Allah untuk menurunkan musibah di mana sahaja. Manakala Rasulullah s.a.w pernah bersabda, “Tidaklah ada suatu musibah yang menimpa seorang muslim melainkan Allah akan menghapuskan dosa dengannya sampai pun duri yang menusuk badannya.” ( H.R. Bukhari dan Muslim ).

Rasulullah s.a.w juga pernah bersabda, “Sesungguhnya pahala yang besar itu bersama dengan cobaan yang besar pula. Dan apabila Allah mencintai suatu kaum maka Allah akan menimpakan musibah kepada mereka. Barangsiapa yang ridha maka Allah akan ridha kepadanya. Dan barangsiapa yang murka maka murka pula yang akan didapatkannya.” ( H. R. Tirmidzi )

Daripada nas di atas, jelas menunjukkan sesungguhnya Allah menimpakan suatu musibah kepada para hambaNya untuk, Pertamannya mengangkat derajat bagi orang yang tertimpa musibah karena kesabarannya terhadap musibah yang telah Alloh tetapkan. Keduanya sebagai cobaan bagi dirinya dan Ketiga sebagai pelebur dosa, atas dosanya yang telah lalu.

Yakinilah bahawa Allah adalah Dzat Yang Maha Bijaksana, tidak sedikit pun Allah menganiaya hamba-Nya. Firman Allah,“Benar-benar Kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut, kelaparan, serta kekurangan harta, lenyapnya nyawa, dan sedikitnya buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila tertimpa musibah mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami ini adalah milik Allah, dan kami juga akan kembali kepada-Nya’. Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan pujian dari Rabb mereka dan curahan rahmat. Dan mereka itulah orang-orang yang diberikan petunjuk.” ( Al-Baqarah: 155-157)

Rasulullah s.a.w bersabda, “Apabila Allah menghendaki kebaikan pada diri seorang hamba maka Allah akan menyegerakan hukuman baginya di dunia. Dan apabila Allah menghendaki keburukan bagi hamba-Nya maka Allah akan menunda hukuman atas dosanya itu sampai pada hari kiamat nanti hukuman itu baru akan ditunaikan.” ( H. R. Tirmidzi )

Hadis di atas menunjukkan kepada kita bahwa cobaan atau musibah yang menimpa orang-orang yang beriman merupakan salah satu tanda kebaikan baginya selama hal itu tidak menyebabkan dia meninggalkan kewajiban atau terjatuh dalam keharaman. Di sisi lain, semestinya seseorang merasa khawatir atas kenikmatan dan kesehatan yang selama ini senantiasa dia rasakan. Sebab boleh jadi itu adalah istidraj atau bentuk penundaan hukuman baginya, sementara dia tahu betapa banyak maksiat yang telah dilakukannya.

Bersangka Baik Dengan Allah
Hadits di atas juga menunjukkan wajibnya berprasangka baik kepada Allah atas segala musibah yang menimpa. Perlu diingat pula bahwa pemberian Allah kepada seseorang tidak selalu menjadi bukti bahwa Allah meridhainya. Contohnya, orang yang setiap kali hendak melakukan maksiat mencuri atau minum arak, lalu didapati mudah ia melakukan dan mendapatkannya. Hal itu bukanlah bukti bahwa Allah meridhai hal itu untuknya.

Memang ada suara nakalnya yang berkata, Indonesia sebagai sebuah negara umat Islam terbesar di dunia, mengapa Allah tidak membantu sekiranya Allah itu benar wujud, berkuasa, maha adil dan agama Islam itu juga benar. Adilkah Allah turunkan musibah di tempat yang ramai penganut agamanya ? Bagaimana di tempat lain ? Benarkah di tempat atau negara lain Allah tidak turunkan musibah yang dahsyat ?

Su’udzon atau berprasangka buruk pada Allah merupakan sifat tercela yang harus dijauhi dari diri setiap orang yang beriman. Sikap seperti ini juga merupakan kebiasaan orang-orang kafir dan munafiq. Mereka berprasangka kepada Allah dengan prasangka yang buruk dan mengharapkan kekalahan dan kehancuran umat Islam. Akan tetapi Allah membalik tipu daya mereka serta mengancam mereka dengan adzab yang pedih di dunia dan akhirat.

Allah berfirman, “Dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Alloh. Mereka akan mendapat giliran ( kebinasaan ) yang amat buruk dan Alloh memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka Jahannam. Dan ( neraka Jahannam ) itulah sejahat-jahat tempat kembali.” ( Surah Al-Fath: 6 )

Jangan Salah Sangka!
Musibah yang menimpa adalah tanda kekuasaan Allah. Allah menciptakan berbagai tanda-tanda kekuasaan-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Dia pun menetapkannya untuk menakut-nakuti hamba-Nya. Dengan tanda-tanda tersebut, Allah mengingatkan kewajiban hamba-hamba-Nya, yang menjadi hak Allah. Hal ini juga untuk mengingatkan para hamba dari perbuatan syirik dan melanggar perintah serta melakukan yang dilarang.

Firman Allah , “Adapun manusia, apabila Rabbnya menimpakan ujian kepadanya dengan memuliakan dan mencurahkan nikmat kepadanya maka dia mengatakan, ‘Rabbku telah memuliakanku’. Dan apabila Dia mengujinya dengan membatasi rezkinya niscaya dia akan mengatakan, ‘Rabbku telah menghinakanku’. Sekali-kali bukan demikian…” (QS. al-Fajr : 15-17).

Maksudnya, tidaklah setiap orang yang Allah berikan kemuliaan dan kenikmatan dunia kepadanya maka itu berarti Allah mengaruniakan nikmat yang hakiki kepadanya. Ini adalah kerana sesungguhnya hal itu merupakan cobaan serta ujian dari Allah baginya dan tidaklah setiap orang yang Allah batasi rezkinya -sehingga Allah jadikan rezkinya sebatas apa yang diperlukannya saja tanpa ada kelebihan- maka itu artinya Allah sedang menghinakan dirinya. Namun, sesungguhnya Allah sedang menguji hamba-Nya dengan nikmat-nikmat sebagaimana halnya Allah ingin mengujinya dengan musibah.

1 comment:

  1. usaha merapat merapi
    www.azzadwa.blogspot.com

    ReplyDelete